Tuesday 6 May 2014

Cabuli 21 Pasien Wanita, Dokter di Kanada Dibui 10 Tahun

 
 George Doodnaught (The Canadian Press) 
 
Ottawa - Seorang dokter ahli anestesi di Kanada divonis 10 tahun penjara karena mencabuli pasiennya. Dokter ini mencabuli 21 pasien wanitanya ketika mereka sedang dibius sebagian.

George Doodnaught divonis bersalah karena mencium, meraba, memaksakan seks oral terhadap pasiennya di kliniknya yang ada di North York General Hospital, Toronto, Kanada. Tindakan cabul tersebut dilakukannya dalam kurun waktu 4 tahun dan berakhir pada tahun 2010 lalu.

Meski dibius, para pasien yang menjadi korban Doodnaught masih menyadari apa yang terjadi di sekitarnya. Namun mereka tidak bisa bergerak karena pengaruh obat bius tersebut. Demikian seperti dilansir AFP, Rabu (26/2/2014).

Dalam vonisnya, hakim David McCombs menyebut tindakan Doodnaught ini sebagai kejahatan yang menjijikkan dan mengejutkan. "Dia melakukan tindakan yang memicu kerusakan besar dan sangat tercela," ucap hakim McCombs.

Pengacara Doodnaught berargumen bahwa para korban hanya mengalami mimpi seksual yang dipicu oleh obat bius yang disuntikkan kepada mereka. Disebutnya, bahwa obat bius tersebut bisa memainkan ingatan manusia.

Sang pengacara menambahkan, kliennya tidak mungkin melakukan pencabulan tanpa diketahui dokter atau perawat lain yang hanya dipisahkan dengan kaca di ruang operasi. Seorang ahli yang dimintai keterangan dalam persidangan membenarkan bahwa obat bius bisa memicu halusinasi.

Namun, ahli tersebut menjelaskan bahwa sangat tidak mungkin jika para wanita yang menjadi korban, yang notabene saling tidak mengenal satu sama lain, bisa kompak mengajukan tudingan yang sama terhadap satu dokter yang sama.

Dalam sidang, jaksa penuntut menegaskan bahwa Doodnaught merupakan dokter berpengalaman yang mengetahui dengan pasti seluk-beluk dan rutinitas di dalam ruang operasi yang sibuk. Menurut jaksa, Doodnaught sengaja memilih waktu yang tepat untuk melakukan aksinya agar tidak ketahuan orang lain.

"Dia (Doodnaught) memegang kendali atas level anestesi para pasiennya dan mengetahui pasti bahwa korban tidak mampu melawan. Dia mengandalkan efek obat anestesi untuk melindunginya dari komplain," tutur hakim McCombs dalam putusannya.

No comments: