“Siapa yang senang bertemu Allah, Allah juga senang bertemu dengannya. Siapa yang tak senang bertemu Allah, Allah pun tidak senang bertemu dengannya.”(HR Al-Bukhari dan Muslim).
Napas terus berdesah dan tidak ada yang tahu kapan jiwa ini menghadap Sang Pencipta. Namun, sudahkah kita bersiap diri untuk menjelang detik-detik kematian kita? Sudahkah kita menjadi hamba-Nya yang diharapkan? Sesungguhnya maut begitu dekat dengan kita, meski kesenangan dunia sering kali begitu kejam mengelabui hati dan pikiran kita.
Allah SWT berfirman, ”Sesungguhnya tidak Kuciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (QS Adz-Dzariyat: 56).
Kini, sudahkah kita bertanya pada diri kita bahwa tujuan kita diciptakan di dunia ini hanya untuk menyembah-Nya?
“Beri Aku Waktu”
Dikisahkan, di zaman dahulu kala, ada seorang raja merasa bangga dengan banyaknya harta, tentara, dan pembantu yang dimilikinya.
Suatu hari, sang raja bertamasya dengan diiringi para tentara dan pembantunya ke tempat peristirahatan. Di tengah jalan, ia dicegat oleh malaikat maut dalam wujud seorang lelaki berbaju kumal dan berambut kusut.
“Berhentilah!” kata malaikat maut kepada iring-iringan Raja. “Aku hendak berbicara kepada Raja.”
“Hari ini Raja tidak mau berbicara kepada siapa pun, juga kepadamu,” kata tentaranya sambil menghalanginya menghadap Raja.
Melihat mereka terus menghalanginya, ia mengaku bahwa ia adalah malaikat maut sambil terus berjalan menghadap Raja.
“Aku adalah malaikat maut yang datang untuk mencabut nyawamu,” katanya kepada Raja.
Tubuh Raja gemetaran karena takut. Ia berkata, “Berilah aku waktu sampai aku pulang ke rumahku. Akan kukumpulkan harta, keluarga, tentara, dan para pembantuku. Akan kucaci maki mereka karena telah menghalangiku dari mempersiapkan diri menyambutmu, dan karena mereka telah melalaikanku dari urusan akhirat dan kewajibanku terhadap Tuhanku.”
“Oooh… tidak mungkin itu!” kata malaikat maut sambil mencabut nyawanya.
Raja itu pun tersungkur dari kudanya. Seketika, ia pun mati.
“Cepat Cabut Nyawaku”
Dalam kisah lain, malaikat maut menemui seorang lelaki shalih.
“Assalamu ‘alaikum, ” ucap malaikat.
“Wa ‘alaikumussalam,” jawab lelaki shalih itu.
“Siapa Anda?”
“Aku malaikat maut datang untuk mencabut nyawamu.”
“Ahlan wa sahlan, pucuk dicinta ulam tiba. Alhamdulillah,” kata lelaki shalih itu dengan wajah penuh gembira.
“Cepat cabut nyawaku agar aku dapat melepas beban dari kepalaku. Aku telah lama menunggumu.”
“Mungkin kau hendak menemui keluargamu karena aku diperintahkan untuk memberimu waktu?”
“Aku tidak punya keperluan terhadap mereka. Cepat laksanakan tugasmu, aku ingin segera melihat istana, bidadari, dan kedudukan yang telah disediakan Allah untukku.”
Malaikat maut lalu mencabut nyawanya karena kasihan kepadanya. Dan ia pun mati dalam keadaan siap menghadap Allah Ta’ala.
Dalam sebuah hadits disebutkan, “Siapa yang senang bertemu Allah, Allah juga senang bertemu dengannya. Siapa yang tak senang bertemu Allah, Allah pun tidak senang bertemu dengannya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Sebaik-baik Bekal
Tidak satu pun diri kita yang tahu kapan akan meninggal. Hanya Allah yang tahu kapan ajal kita akan menjemput. Sekarang, ataupun nanti. Dan itu pasti.
Karena kita tidak tahu kapan kita akan mati, sedangkan kematian itu pasti datang, tak ada alasan bagi kita untuk menunda-nunda perbuatan baik dan meninggalkan segala hal yang dilarang Allah SWT. Kita harus segera memulai pembekalan diri dengan amalan-amalan yang baik, yang nantinya akan bisa kita kita gunakan di saat kita membutuhkanya. Dan bekal yang paling baik yang bisa diandalkan kelak adalah taqwa.
Allah SWT berfirman, “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa. Dan bertaqwalah kepada-Ku, hai orang-orang yang berakal.”
|
Thursday 15 January 2015
Dua Keadaan Menjelang Kematian
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment