Thursday 15 January 2015

Dua Keadaan Menjelang Kematian



www.majalah-alkisah.com“Siapa yang senang bertemu Allah, Allah juga senang bertemu dengannya. Siapa yang tak senang bertemu Allah, Allah pun tidak senang bertemu dengannya.”(HR Al-Bukhari dan Muslim).
Napas terus berdesah dan tidak ada yang tahu kapan jiwa ini menghadap Sang Pencipta. Namun, sudah­kah kita bersiap diri untuk menjelang de­tik-detik kematian kita? Sudahkah kita men­jadi hamba-Nya yang diharapkan? Sesungguhnya maut begitu dekat de­ngan kita, meski kesenangan dunia se­ring kali begitu kejam mengelabui hati dan pikiran kita.
Allah SWT berfirman, ”Sesungguh­nya tidak Kuciptakan jin dan manusia melain­kan supaya mereka menyembah-Ku” (QS Adz-Dzariyat: 56).
Kini, sudahkah kita bertanya pada diri kita bahwa tujuan kita diciptakan di dunia ini hanya untuk menyembah-Nya?
“Beri Aku Waktu”
Dikisahkan, di zaman dahulu kala, ada seorang raja merasa bangga dengan banyaknya harta, tentara, dan pembantu yang dimilikinya.
Suatu hari, sang raja bertamasya de­ngan diiringi para tentara dan pembantu­nya ke tempat peristirahatan. Di tengah jalan, ia dicegat oleh malaikat maut dalam wujud seorang lelaki berbaju kumal dan berambut kusut.
“Berhentilah!”  kata malaikat maut ke­pada iring-iringan Raja. “Aku hendak ber­bicara kepada Raja.”
“Hari ini Raja tidak mau berbicara ke­pada siapa pun, juga kepadamu,” kata ten­taranya sambil menghalanginya meng­hadap Raja.
Melihat mereka terus menghalangi­nya, ia mengaku bahwa ia adalah ma­laikat maut sambil terus berjalan mengha­dap Raja.
“Aku adalah malaikat maut yang da­tang untuk mencabut nyawamu,” katanya kepada Raja.
Tubuh Raja gemetaran karena takut. Ia berkata, “Berilah aku waktu sampai aku pulang ke rumahku. Akan kukumpulkan harta, keluarga, tentara, dan para pem­bantuku. Akan kucaci maki mereka ka­re­na telah menghalangiku dari memper­siap­kan diri menyambutmu, dan karena mere­ka telah melalaikanku dari urusan akhirat dan kewajibanku terhadap Tuhan­ku.”
“Oooh… tidak mungkin itu!” kata ma­laikat maut sambil mencabut nyawanya.
Raja itu pun tersungkur dari kudanya. Seketika, ia pun mati.

“Cepat Cabut Nyawaku”
Dalam kisah lain, malaikat maut me­nemui seorang lelaki shalih.
“Assalamu ‘alaikum, ” ucap malaikat.
“Wa ‘alaikumussalam,” jawab lelaki shalih itu.
“Siapa Anda?”
“Aku malaikat maut datang untuk men­cabut nyawamu.”
“Ahlan wa sahlan, pucuk dicinta ulam tiba. Alhamdulillah,” kata lelaki shalih itu dengan wajah penuh gembira.
“Cepat cabut nyawaku agar aku dapat melepas beban dari kepalaku. Aku telah lama menunggumu.”
“Mungkin kau hendak menemui ke­luargamu karena aku diperintahkan untuk memberimu waktu?”
“Aku tidak punya keperluan terhadap mereka. Cepat laksanakan tugasmu, aku ingin segera melihat istana, bidadari, dan kedudukan yang telah disediakan Allah untukku.”
Malaikat maut lalu mencabut nyawa­nya karena kasihan kepadanya. Dan ia pun mati dalam keadaan siap mengha­dap Allah Ta’ala.
Dalam sebuah hadits disebutkan, “Siapa yang senang bertemu Allah, Allah juga senang bertemu dengannya. Siapa yang tak senang bertemu Allah, Allah pun tidak senang bertemu dengannya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Sebaik-baik Bekal
Tidak satu pun diri kita yang tahu ka­pan akan meninggal. Hanya Allah yang tahu kapan ajal kita akan menjemput. Sekarang, ataupun nanti. Dan itu pasti.
Karena kita tidak tahu kapan kita akan mati, sedangkan kematian itu pasti da­tang, tak ada alasan bagi kita untuk me­nunda-nunda perbuatan baik dan me­ning­galkan segala hal yang dilarang Allah SWT. Kita harus segera memulai pembe­kalan diri dengan amalan-amalan yang baik, yang nantinya akan bisa kita kita gu­nakan di saat kita membutuhkanya. Dan bekal yang paling baik yang bisa diandal­kan kelak adalah taqwa.
Allah SWT berfirman, “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal ada­lah taqwa. Dan bertaqwalah kepada-Ku, hai orang-orang yang berakal.”

No comments: